LABUAN BAJO Jurnal Bali.com
Kasus dugaan tukar guling atau ganti tanah lahan bandara yang menyeret sejumlah nama untuk diperiksa Kejaksaan Negeri Manggarai Barat berbuntut panjang. Bagaimana tidak, Ahli waris Fungsionaris Adat Dalu Nggorang, Haji Ramang Ishaka memberikan komentar yang mengejutkan soal tanah Bandara yang diklaim milik 7 orang.
———————
Kepada jurnalbali com Haji Ramang mengaku jika dirinya tidak mengetahui dimana lokasi awal tanah milik 6 dari 7 orang ini yang diambil oleh pemerintah sehingga 6 orang ini mendapat lahan pengganti di sekitar rumah jabatan Bupati Mabar. “Saya tidak tahu (dimana) tanah mereka (6 oranag) sehingga mereka dapat tanah pengganti di belakang rumah Jabatan itu,” ujarnya pada, Sabtu 10 April 2021 di Rumah Pribadinya di Labuan Bajo.
Ia menjelaskan bahwa dirinya pernah dipanggil oleh Kejari Mabar untuk memberikan informasi soal kasus tanah bandara yang sedang bergulir di meja Kejari Mabar. “Saya pernah dipanggil ya untuk memberi informasilah sifatnya,” ujarnya.
Menurut pengakuannya, pihaknya memiliki lahan di bandara seluas 4.500² (empat ribu lima ratus meter persegi). Namun, dirinya mendapat tanah pangganti di belakang rumah jabatan Bupati Mabar hanya 4.000² yang terdiri dari 2 kapling dengan nomor kapling 11 dan 11a. “Kalau sayakan tanah orang tua to. Waktu pemerintah mau bangun Dafor to di atas tanah itu ya saya kasih dan saya tanah penggantinya di belakang rujab,” ujarnya.
Menariknya, justru Ia mengaku tidak mengetahui tanah tanah milik 6 orang selain dirinya sehingga mendapat tanah pengganti di belakang rujab. Karena itu ia pun memilih bungkam saat ditanya bagaimana kronologis awal sehingga 6 nama ini disebut sebut mengklaim memiliki lahan di bandara yang diambil pemerintah untuk pengembangan bandara udara komodo.
Ia mengaku justru baru tahu jika tanah penggantinya yang terdiri dari 2 kapling itu bermasalah lantaran ada SK yang diterbitkan oleh Bupati Dulla waktu tidak melalui proses yang benar. “Dalam perjalanannya ternyata tanah itu (tanah pengganti, red) bermasalah setelah kami dipanggil oleh Kejari. Kami baru tahun SK bupati tidak mengikuti aturan yng benar,” ujarnya.
Hal lain, Haji Ramang justru tidak mengetahui SK perubahan yang diterbit oleh mantan Bupati Mabar, Gusti Dula yang diterbit pada tahun 2015. “Saya tidak tahu itu (SK perubahan Tahun 2015). Yang saya pegang ini hanya SK 2012. Yang jadi masalah itu SK (perubahan) yang dikeluarkan oleh Bupati. Ada banyak SK saya pegang SK Tahun 2012. Tidak tahu sama sekali sk 2015. Kami udah dipanggil udah diperiksa di sana (Kejari Mabar) bahwa SK itu tidak sesuai prosedur,” ujarnya. (*/Rio)