DENPASAR Jurnalbali.com
Ketidakcermatan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat, yang menerbitkan 4 sertifikat baru di atas tanah bersertfikat milik Keuskupan Denpasar yang berlokasi di Labuan Bajo ramai diperguncingkan publik.
—————————-
Betapa tidak, ulah Kantor BPN Manggarai Barat tersebut yang menerbitkan 4 sertifikat baru diatas tanah bersertifikat milik Keuskupan Denpasar dengan jarak waktu 18 tahun, tak pelak membuat kinerja Kantor BPN Manggarai Barat jadi bahan cibiran masyarakat, terutama di media sosial, sejak kasus ini terbuka ke publik melalui pemberitaan berbagai media online.
Sebelumnya beberapa media daring memberitakan kantor BPN Manggarai Barat telah menerbitkan sertifikat tanah berlokasi di Labuan Bajo atas nama pemilik Keuskupan Denpasar dengan nomor sertifikat 532 pada tahun 1994.
Anehnya dua puluh tahun kemudian yakni pada tahun 2014 Kantor BPN Manggarai Barat mulai menerbitkan 4 sertifikat baru di atas tanah keuskupan Denpasar tersebut secara berturut-turut.
Belakangan, melalui Berita Acara Pengukuran Pengembalian Batas No. 25/2017, Kantor BPN Manggarai Barat mengakui bahwa pihaknya telah melakukan kesalahan administrasi atas terbitnya sertifikat lain di atas tanah bersertifikat milik Keuskupan Denpasar tersebut.
Pada point 4 Berita Acara yang ditandatangani Kepala Subseksi Pengukuran dan Pemetaan Kadastral, Fredy Bahtiar, Kepala Seksi Infrastruktur Pertanahan, CH Mudasih, S.ST dan mengetahui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat, I Gusti Made Anom Kaler jelas menyebut Kantor BPN Manggarai Barat telah melakukan kesalahan administrasi.
‘Bahwa di atas sertifikat M.532 telah terjadi kesalahan administrasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat, sehingga telah diterbitkan sebanyak 4 sertifikat atas nama pihak lain, yakni M.2067/Labuan Bajo, M.2069/Labuan Bajo atas nama Hendrikus Adi Suharto dan M.2070/Labuan Bajo atas nama Abdul Fatah,’ demikian bunyi point 4 Berita Acara tersebut.
Terkait kelakuan Kanator BPN Manggarai Barat tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Dr. Dr.Jimmy Z. Usfunan, SH.MH, mengatakan sertifikat tindis yang diterbitkan oleh BPN Manggarai Barat diatas tanah bersertifikat resmi milik Keuskupan Denpasar dengan nomor sertifikat 532 itu akan menjadi beban pembuktian.
“BPN itu sudah menyatakan bahwa ini ada kekeliruan. Ada kesalahan administrasi yang dilakukan BPN Manggarai Barat. Dengan pengakuan itu maka sesungguhnya majelis hakim tidak bisa lagi mengelak dari persoalan itu. Harusnya menindaklanjuti pengakuan itu,” kata Jimmy Usfunan saat dihubungi, Jumat, (24/12) malam.
Menurut Jimmy yang juga salah satu anggota tim K3 MPR RI ini, yang mengeluarkan sertifikat ini mengakui ada kelalaian seperti itu. “Ini kan bukti kuat bagi pengadilan Tata Usaha Negara menindaklanjuti bentuk pengakuan kelalaian itu dengan membatalkan empat sertifikat yang diterbitkan tahun 2014 itu,” kata Jimmy.
Ia mengatakan, majelis tak boleh mengambil inisiatif yang berbeda dari pengakuan BPN Manggara Barat itu. Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara itu bisa dilihat dari beban pembuktian soal apakah keputusan yang dikeluarkan itu apakah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Lanjutnya, keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara harus berdasarkan pula pada; Pertama, asas pemerintahan umum yang baik. Asas pemerintahan yang baik adalah soal kepastian hukum.
“Kepastian hukum dalam arti ini dengan pembuktian dari Keuskupan Denpasar yang menyatakan ini sudah ada sertifikatnya maka itulah secara kepastian,” ujarnya.
Kedua asas kecermatan. Artinya ketika dikeluarkan sertifikat di tahun 2016 BPN Manggarai Barat sudah lalai karena di atas tanah yang sama, sudah ada sertifikat No 532 yang menjadi Keuskupan Denpasar.
“Tapi kenapa dikeluarkan lagi sertifikat di tahun 2016. hukum dari asas kecermatan sudah tidak masuk. Dan ini sudah harusnya dibatalkan. Diperkuat dengan surat pengakuan dari BPN itu,” ujarnya.
Jadi tidak ada lagi ini siapa itu yang berbeda, karena secara kepastian hukum maupu kecermatan berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan sesuai dengan aturan perundang undangan tanah milik Keuskupan Denpasar.
“BPN itu sudah menyatakan bahwa ada kekeliruan. Dengan fakta ini sebenarnya majelis hakim tidak bisa lagi mengelak dari persoalan itu. Majelis harusnya menindaklanjuti pengakuan itu,” tandasnya. (*/Bil)