DENPASAR – Jurnalbali.com
Gubernur Wayan Koster bergabung dengan ratusan pemuda dan mahasiswa dari berbagai organisasi di Taman Jepun, Denpasar, pada Rabu (3/7/24). Kehadirannya bertujuan untuk berdiskusi dan membedah visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” bersama para pemuda dan mahasiswa. Diskusi tersebut dihadiri oleh pemuda dan mahasiswa dari Pemuda Katolik Denpasar sebagai inisiator, serta perwakilan dari Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Indonesia, dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
——
Dalam diskusi tersebut, Koster diminta secara mendalam membedah ide dan gagasan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali,” visi yang ia gunakan selama menjabat sebagai Gubernur Bali periode 2018-2023.
Memulai paparannya terkait pembangunan di Bali, ia menjelaskan bahwa selama ini pembangunan di Bali tidak didasarkan pada alam, manusia, dan kebudayaan Bali. Sebaliknya pembangunan tersebut cenderung mengawang-awang serta tidak memiliki dasar visi yang jelas.
Oleh karena itu, saat menjabat sebagai gubernur, ia bertekad mengembalikan arah pembangunan Bali agar berlandaskan pada semangat alam, manusia, dan kebudayaan Bali. Hal ini kemudian dirumuskan dalam visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”.
“Jadi saya mengambil spirit kekuatan alam, manusia dan kebudayaan Bali untuk membangun Bali” ujarnya
Koster menyatakan bahwa kekuatan utama Bali terletak pada budayanya, yang meliputi adat istiadat, tradisi, seni, serta kearifan lokal lainnya. Ia juga menambahkan bahwa Bali tidak memiliki sumber daya seperti gas, batu bara, atau minyak untuk mendukung perekonomian.
“Beda dengan daerah lain seperti Papua, Sulawesi, Kalimantan Sumatra itu kaya bisa hidup dari dari sumber alamya” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa jika budaya Bali hilang dan tidak dilestarikan dengan baik, maka Bali hanya akan menjadi kenangan. Oleh sebab itu, keluhuran budaya Bali harus dijaga dengan konsistensi dan komitmen yang kuat.
“Maka tidak akan ada lagi pembeda antara Bali dengan daerah lain. Kalau alamnya indah di luar provinsi lain juga ada. Kalau nyari lebih bersih juga di luar Bali juga banyak. Yang membedakan hanya budaya,” terangnya.
Untuk menjaga agar budaya Bali tidak terkikis, Koster menekankan bahwa pembangunan di Bali harus benar-benar berakar pada alam, manusia, dan kebudayaan Bali, bukan sekadar berfokus pada aspek teknokratis.
Selama lima tahun terakhir menjabat sebagai gubernur Bali, itulah yang berusaha ia wujudkan dengan penuh dedikasi.
Dalam konteks alam, dia telah melangkah maju dengan menerbitkan peraturan yang membatasi penggunaan sampah plastik sekali pakai, serta mengadvokasi perlindungan danau, sumber air, dan laut, serta tanaman khas Bali.
Dalam konteks kemanusiaan, ia telah memperluas jaringan sekolah di semua tingkat untuk meningkatkan akses pendidikan masyarakat. Selain itu, dalam bidang kesehatan, ia juga memperbaiki kualitas layanan dan meningkatkan jumlah tenaga kesehatan.
Dalam aspek budaya, dia telah meluncurkan Perda Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat. Menurutnya, peraturan ini akan mengukuhkan peran desa adat sebagai penjaga kearifan lokal, seni, dan budaya Bali yang tak ternilai.
“Dengan Nangun Sat Kerthi Loka Bali ini saya ingin membangun Bali secara fundamental dan komprehensif yang berkaitan dengan alam, manusia dan budaya,” tandasnya.
Penulis||Orin||Editor||Restin