LABUAN BAJO Jurnabali.com
Kepala Bagian Hukum sekaligus Pelaksana tugas (Plt) bagian pemerintahan (Tapem) Kabupaten Manggarai Barat, Hilarius Madin memberikan pengakuan mengejutkan soal dugaan kasus pembebasan tanah Bandara milik warga yang menyeret beberapa anggota dewan ikut diperiksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Manggarai Barat (Mabar).
———————-
Hilarius Madin menjelaskan bahwa pada Tanggal 26 Oktober tahun 2020 kali lalu, dirinya pernah diminta oleh Kabag Tapem (sekarang mantan), Ambrosius Sukur untuk melegalisir surat keputusan (SK) Bupati Nomor 09 Tahun 2012 dan surat keputusan Bupati Nomor 217 Tahun 2015 yang kemudian disebut sebagai SK perubahan.
“Waktu itu saya dipanggil oleh pak Ambros tolong ini (SK) dilegalisir. Saya terima dan saya baca. Ternyata di dalam SK itu tidak ada lampiran persetujuan DPRD Mabar dan tidak ada dokumen pendukung lainnya. Karena itu saya tolak saya tidak mau legalisir,” ujarnya Rabu 17 Maret 2021 sekitar pukul 09. 40 Wita di Kantornya.
Ia menjelaskan bahwa tujuan dilegalisirnya SK Bupati tersebut untuk pencairan dana ganti untung atau ganti wajar bagi pemilik tanah di yang sebagian lokasinya masuk proyek perluasan Bandara. “Setelah saya membaca SK tersebut ada poin yang terlewatkan salah satunya itu rekomendasi DPRD. Karena di (lampiran) memperhatikan itu ada persetujuan DPRD (Mabar) yang ditetapkan diparipurna. Makanya saya tidak legalisir karena cacat prosedur ini SK,” ujarnya.
Hilarius Madin menambahkan bahwa SK perubahan Nomor 217 tahun 2015 itu ada penambahan jumlah luas lahan milik Tarsisius Tapu (Alm). Lebi lanjut Hilarius menjelaskan bahwa prosedur pembuatan SK itu harus melalu mekanisme. Menurutnya, mekanismenya minimal pemerintah pada saat itu harus ada pembentukan tim yang bertugas untuk melakukan identifikasi siapa siapa saja pemilik lahan di Bandara yang tanahnya terdampak pengembangan kawasan dan berapa jumlah luas lahan dari masing-masing pemilik. Selain itu, pemerintah juga harus melibatkan Jaksa dan kepolisian dalam prosedur tersebut. “Sehingga pada saat ganti untung nantinya, keberadaan masing masing pemeilik itukan bisa tahu siapa siapa saja yang terdampak dan berapa luas lahan yang terdampak,” ujarnya.
Namun demikian, Hilarius memastikaan bahwa memang benar bahwa ada 7 orang pemilik lahan di bandara yang tanahnya terdampak perluasan kawasan Bandara. 6 dari 7 orang ini sudah mendampat ganti untuk (tukar guling). 6 orang ini diganti tananya oleh pemerintah. Lokasi tanah pemda yang diganti itu di belakang rumah jabatan Bupati Mabar. Proses ganti untung ini merujuk pada SK Bupati Nomor 140 tahun 1999 yang bunyinya bahwa setiap tanah milik warga yang terdampak pengembangan untuk kepentingan umum maka pemerintah wajib menggantikannya dengan tanda Pemda yang jumlah luas lahannya sesuai dengan luas lahan sebelumnya. “Ada SK pemampatan Nomor 140 Tahun 1999 itu,” ujarnya. */Rio