DENPASAR – Jurnalbali.com
Sidang gugatan perlawanan terkait eksekusi sengketa properti yang melibatkan pasangan suami istri (pasutri) asal Ukraina, Sergio dan Kate, kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar pada Rabu, 18 Desember 2024. Agenda sidang kali ini adalah pembacaan gugatan oleh pihak pelawan.
———–
Dalam sidang tersebut, pihak pelawan menyampaikan materi gugatan yang serupa dengan perkara sebelumnya. Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim I Putu Sayoga menetapkan sidang lanjutan pada 6 Januari 2025 untuk mendengarkan jawaban dari pihak terlawan.
Kuasa hukum Sergio, Revita Putri, SH, MH, bersama timnya, I Gusti Agung Ayu Aristya Prasasti, SH, MH, dan I Putu Wisnu Karma, SH, dari firma hukum Erwin Siregar and Associate, menyatakan bahwa gugatan perlawanan ini hanya mengulang perkara yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
“Materi gugatan ini sebenarnya sudah pernah diuji, dipertimbangkan, dan diputus. Kami kecewa karena gugatan ini menghambat eksekusi yang seharusnya sudah berjalan,” ungkap Revita usai sidang di PN Denpasar.
Revita menambahkan, proses hukum yang berlangsung selama tiga tahun ini telah menyebabkan kerugian signifikan bagi kliennya.
“Biaya sewa properti Rp165 juta per tahun terus berjalan, ditambah biaya renovasi dan pengacara. Total kerugian klien kami mencapai sekitar Rp1 miliar,” jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga menemukan bahwa properti yang menjadi objek sengketa telah disewakan oleh pihak pelawan kepada pihak ketiga, meskipun statusnya sedang dalam sengketa hukum.
“Ini jelas merugikan klien kami. Padahal, properti tersebut berada dalam status sengketa hukum,” tambah Revita.
Meski menghormati proses hukum, pihak Sergio mendesak agar eksekusi tetap dilanjutkan sesuai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
“Kami sudah bersurat kepada Ketua Pengadilan Negeri agar eksekusi dijalankan, sementara gugatan perlawanan tetap diproses sesuai prosedur hukum,” tegas Revita.
Sidang berikutnya pada Januari 2025 akan menjadi kesempatan bagi pihak terlawan untuk memberikan jawaban, menghadirkan saksi fakta dan ahli, serta memperkuat argumen mereka di hadapan Majelis Hakim.
Kasus ini bermula pada 2019, ketika pasangan Sergio dan Kate menyewa sebidang tanah beserta bangunan dua lantai di Ubud dari pemilik berinisial DS asal Gianyar, Bali. Perjanjian sewa selama 10 tahun disepakati dengan biaya Rp165 juta per tahun.
Setelah pandemi COVID-19 melanda, properti tersebut kehilangan tamu, tetapi Sergio tetap membayar biaya sewa dan bahkan merenovasi bangunan menjadi dua lantai. Namun, setelah renovasi selesai dan tamu mulai kembali berdatangan, DS membatalkan perjanjian sewa secara sepihak, mengambil alih properti, dan menyewakannya kepada pihak lain.
Sergio membawa kasus ini ke ranah hukum dan memenangkan gugatan di semua tingkatan pengadilan, mulai dari PN hingga Mahkamah Agung. Namun, saat memasuki tahap eksekusi, pihak DS mengajukan gugatan perlawanan.
Permohonan eksekusi diajukan Sergio pada 14 Agustus 2024, dan Pengadilan Negeri Denpasar mengabulkan permohonan tersebut melalui Penetapan Nomor: 64/Pdt.Eks/2024/PN.Dps Jo. Nomor: 1053/Pdt.G/2022/PN.Dps pada 1 Oktober 2024. Sidang aanmaning pertama berlangsung pada 22 Oktober 2024, dan sidang kedua pada 29 Oktober 2024. Namun, eksekusi kembali tertunda karena gugatan perlawanan DS dengan register No. 1376/Pdt.Bth/2024/PN.Dps tertanggal 4 November 2024.
Tidak hanya itu, DS juga melaporkan Sergio dan Kate ke polisi serta Kantor Imigrasi dengan berbagai tuduhan, termasuk merusak bangunan. Namun, menurut kuasa hukum Sergio, tuduhan tersebut tidak berdasar karena renovasi yang dilakukan telah disepakati dalam perjanjian sewa dan dihadiri notaris.
“Berdasarkan bukti, DS juga pernah menuduh klien kami tidak membayar uang sewa. Padahal, pembayaran tersebut telah terdokumentasi dengan bukti dan disaksikan notaris,” ungkap Revita.
Saat ini, pihak Sergio berharap proses hukum dapat berjalan adil dan eksekusi segera dilaksanakan agar kerugian kliennya tidak terus bertambah.
“Eksekusi ini adalah hak klien kami berdasarkan putusan hukum yang telah inkrah. Kami akan mengikuti seluruh prosedur hukum, tetapi kami meminta keadilan agar kerugian ini tidak semakin besar,” tutup Revita.
Penulis||Orin||Editor||Restin