DENPASAR – Jurnalbali.com
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan merevisi Pasal 55 Ayat (1) huruf I dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), yang mengeluarkan spa dari kategori hiburan. Keputusan ini disambut baik oleh pengusaha spa di Bali karena menghapus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 40-75 persen yang sebelumnya membebani industri spa.
————-
Ketua Inisiator Bali Bersatu, I Gusti Ketut Jayeng Saputra, menyatakan rasa syukur atas keputusan tersebut.
“Kami sangat bersyukur karena pajak spa tidak lagi masuk kategori hiburan,” ujarnya dalam konferensi pers di Sanur, Denpasar Selatan, Jumat (3/1/2025). Ia didampingi Nyoman Upadana, HRD Spa Bali Seminyak Kuta, dan Nyoman Sastrawan, Ketua DPD ASPI Bali.
Keputusan ini diambil setelah perjuangan panjang para pengusaha spa, yang menilai bahwa pengelompokan spa sebagai jasa hiburan bertentangan dengan fungsi spa sebagai bagian dari pelayanan kesehatan tradisional. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2014, yang menyatakan spa adalah bagian dari pelayanan kesehatan tradisional.
Sebelumnya, UU HKPD mengategorikan spa bersama diskotek, karaoke, klub malam, dan bar dalam jasa hiburan, sehingga dikenakan tarif pajak tinggi. Kuasa hukum para pemohon, Mohammad Ahmadi, menegaskan bahwa tarif pajak tersebut merugikan pengusaha spa secara ekonomi dan sosial, bahkan berpotensi menyebabkan kebangkrutan serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Kerugian ekonomi berupa pajak tinggi sangat membebani. Ini merusak citra spa yang seharusnya menjadi bagian dari pelayanan kesehatan tradisional, bukan hiburan malam,” ujar Ahmadi dalam sidang MK.
Debra Maria Rumpesak, CEO Taman Air Spa, menyebut keputusan ini sebagai kemenangan besar.
“Keputusan ini sangat berarti bagi kami. Spa adalah bagian dari kesehatan tradisional, bukan hiburan,” ungkapnya. Ia juga menyoroti pentingnya mempertahankan branding spa yang sudah dikenal luas oleh wisatawan.
Sri Bhagawan Sripada Bhaskara, perintis spa tradisional di Bali, menegaskan bahwa spa memiliki nilai budaya dan tradisi yang jauh dari konsep hiburan.
“Marwah spa adalah kesehatan. Kami berharap Pemprov Bali mendukung spa sebagai bagian dari pariwisata, tradisi, dan budaya,” katanya.
Dewa Jayantika, Director of Administration & Business Development, menambahkan bahwa terapi spa membantu pelanggan secara fisik dan mental.
“Kami menggunakan aromaterapi dan musik untuk menenangkan pikiran pelanggan, yang jauh dari konsep hiburan malam,” jelasnya.
Keputusan MK ini memberikan harapan baru bagi pengusaha spa di Bali. Mereka berharap pemerintah daerah dapat memberikan dukungan lebih untuk mengembangkan spa sebagai sektor pariwisata dan kesehatan yang berkelanjutan.
Penulis||Orin||Editor||Restin