DENPASAR Jurnal bali.com
Kritik politisi Partai Golkar Gde Sumarjaya Linggih yang berpendapat bahwa pembangunan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) yang direncanakan akan dibangun di Klungkung disebut sebagai upaya ‘memuseumkan’ kebudayaan Bali mendapat perlawanan. Pernyataan Gde Sumarjaya Linggih alias Demer tersebut telah memicu bantahan keras dari sejumlah budayawan terkemuka Bali.
Salah seorang akademisi dan budayawan kesohor Bali, Prof. I Made Bandem menyatakan bahwa memang keliru jika ada yang beranggapan bahwa Pusat Kebudayaan Bali bertujuan untuk “memuseumkan kebudayaan Bali. Hal itu disampaikan Prof. Bandem, saat pimpinan Listibiya bertemu Gubernur Bali Dr I Wayan Koster, Selasa (6/4).
“Kekeliruan terletak pada memaknai arti kata “museum” dan juga arti kata “kebudayaan.” Museum bukanlah gudang untuk menyimpan benda-benda mati. Ia adalah gedung atau ruangan untuk memamerkan hasil karya kreativitas, karya budaya, peninggalan sejarah, bahkan tengkorak manusia purba. Tentu diikuti dengan “story telling” yang jelas dan menggugah. Fungsi utamanya adalah edukasi, mengajarkan dan memberi inspirasi tentang puncak-puncak kebudayaan,” tegasnya.
Prof. Bandem mengingatkan bahwa kebudayaan bukanlah sesuatu yang dibawa manusia sedari lahir. Manusia lahir hanya membawa kecerdasan atau bakat, seperti bakat matematika, bahasa, seni rupa, seni gerak, seni berkomunikasi, dan lain-lainnya.
“Kebudayaan adalah hasil pendidikan, interaksi, asimilasi, difusi, imaginasi, kreativitas, inovasi, bahkan hasil rekayasa. Jadi dengan demikian kebudayaan bersifat dinamis dan membutuhkan prasarana dan sarana seperti Pusat Kebudayaan Bali untuk pembinaan dan pengembangannya,” tutupnya. (*/Sin)