RUTENG Jurnalbali.com –
Tidak sedikit masyarakat Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengeluh dan mempertanyakan alasan kopi di Manggarai harganya anjlok. Harga anjlok pada penjualan kopi di Manggarai sebagai bentuk dari pengelolaan yang buruk.
———————-
‘Kita mestinya berpikir, kenapa harga kopi kita di Manggarai dengan kopi di luar Manggarai harganya sangat berbeda, sementara kalau kita lihat petani kopi di Manggarai ini cukup banyak,’ ujar ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Kabupaten Manggarai sekaligus Pengusaha Cafe dan Resto Kopi, Boni Oldan Romas pada, November 2021.
Menurut Boni, anjloknya harga kopi di Manggarai disebabkan oleh karena proses pengolahan kopi pada saat tanam hingga proses panen tidak mengikuti standar kebutuhan pasar. “Kita harus bisa merubah menset cara berpikir dari petani kopi kita, mulai dari pemilihan bibit untuk tanam, cara tanam, pilihan pohon untuk lindung dan cara panen samapai pada pemasaran,” terangnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa petani kopi kita di manggarai ini mesti tau soal proses itu mulai dari cara tanamnya tadi hingga cara penennya. Semua itu menjadi syarat minimum untuk mendapatkan hasil yang berbobot dan mempengaruhi soal harga.
Dikatakan, dirinya di Manggarai gabung dalam kelompok kopi arabika. Kelompok arabika tersebut jelasnya ada 42 kelompok totalnya dan menyebar di tiga (3) Manggarai yakni, Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur
Dalam kelompok tersebut jelasnya mereka belajar dan diskusi banyak hal tentang kopi, mulai dari cara tanamnya. Arabika lanjutnya harus tanam di atas 900 meter permukaan laut sampai 1.500 meter. ‘Seperti yang di Colol itu dari perbatasan Bejawa sampai dengan yang di Barat Ponto Ara, semua itu satu kawasan,”ujarnya.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa petik buah merahnya kopi itu perlu kita perhatikan juga, cara rambangnya, cara gilingnya, cara jemur semua itu harus menjadi standar. Nah itu tugas pengurus baik dari Pemerintah maupun dari asosiasi untuk mensosialisasikan kepada masyarakat.
Selain dari proses pengolahan, salah satu cara untuk menghadapi anjloknya harga kopi di manggarai adalah mendorong anak muda untuk menjadi barista. “Mendorong anak mudah menjadi barista, buka café dan sekarang sudah banyak itu, sejak saya bangun disini kita bisa lihat di Ruteng itu berapa banyak, di Borong ada berapa dan di Labuan Bajo sudah sangat banyak,” ungkapnya.
Dia menjelaskan bahwa bahwa hal itu yang kita lakukan sebagai salah satu upaya untuk melawan anjloknya harga kopi di Manggarai. “Bulan kemaren kita bawa 120 anak ikut pelatihan dasar barista. kita harapkan mereka itu nanti bisa membentuk usaha sendiri, yang menjadi kendala bagi mereka yang sudah mengikuti pelatihan sekarang ini adalah modal untuk membuka usaha,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa persoalan yang dialami setelah ikut pelatihan itu adalah modal, maka meraka punya pengetahuan akan sia-sia. Menurutnya itu adalah sebuah Pekerjaan Rumah (PR) yang coba dibangun dengan pihak Bank.
“Saya mau supaya ketika meraka butuh duit itu mesti ada yang nalangi dananya karena tidak adanya yang nalangi dananya itu, makanya mereka ijon,” lanjutnya.
Nilai kopi yang lebih mahal lanjutnya terdapat pada cangkir yang dijual di cafe-cafe kopi. “Contoh saya berani beli kopi juria di Colol dan panen setiap 2 tahun. Tahun ini paling banyak 500 kilo. Namun branding sedemikian rupa kopi itu enak. Kami beli dipetani 150ribu perkilo dan kami olah ini satu kilonya kami jual harga 1 juta. Ini yang menarik buat anak muda yang mau main di hilirnya. Apalagi kalo disini satu cangkir 20.000 di labuan bajo 25.000 kalo kopi juria . satu kilo itu dia menjadi 800 gram kalo di roste dan kami punya msein sendiri sesuai permintaan konsumen, mau medium kita bisa atur dan diolah dan juria itu antri karna itu luar biasa,” jelasnya.
Dia juga mencontohkan seorang tour guide di Labuan Bajo yang ia tidak sebutkan namanya. Menurutnya, ia punya kopi tuk sekarang dia jual kopi itu dengan sepeda, penghasilan lebih besar dari tour guide sekarang, itu cukup bagi anak muda yang sudah belajar barista itu belajar dari dia, dengan menggunakan sepeda dan nongkrongnya di puncak waringin.
Kita orang Manggarai sekarang lanjutnya, sudah ada pada momentum yang tepat, tapi kita sekarang tinggal sama kan persepsi supaya bisa beri masukan kepada semua petani supaya pergerakannya bukan hanya satu orang.
“Di Labuan bajo sekarang tanah keuskupan sudah siap menjadi rumah promosi kopi, idenya begini disana itu rumah lengakap laboratium, perpustakaan, pengelolaan, contoh kopi, caffe di situ harus ada website ruangan koleksi. Ideanya kami nanti ada aplikasi untuk data kopi dan itu ada di Bajo. Bapa uskup sudah kasih tanah hanya karena covid ini investor juga segan karena dia liat bangkitnya pariwisata cukup lama tidak bisa cepat yang seperti kita kira itu,” lanjutnya. (*/Engkos)