Bongkar Korupsi Untuk Ganti ‘Pemain’

06/03/2025 04:31
Array
Emanuel Dewata Oja
banner-single

 

Oleh Emanuel Dewata Oja

Jurnalis/Ketua SMSI Bali

 

Penyanyi legendaris Indonesia, Broery Pesolima punya salah satu lagu hits berjudul “Jangan Ada Dusta Diantara Kita.’ Tulisan ini bukan tentang lagu itu, tetapi tentang situasi, atau tepatnya tentang riak-riak kehidupan berbangsa dan bernegara hari-hari ini, yang digambarkan secara paradoksal, yaitu Ada Dusta Diantara Kita.

Dalam rentang waktu 100 hari lebih usia pemerintahan Prabowo, bangsa ini dikejutkan dengan uapaya pengungkapan kasus-kasus korupsi. Setidaknya ada tiga kasus mega korupsi yang diungkap.

Pertama, Judi online di Kementerian Komdigi. Kasus ini menurut Presiden Prabowo, sebagaimana dikutip Tempo pada 28 Oktober 2024, membuat Negara kehilangan devisa hingga 900 triliun rupiah setiap tahun.

Kedua, Kasus Pagar laut. Khusus untuk kasus ini hingga kini belum diketahui hulu dan hilirnya. Berapa jumlah kerugian Negara pun, belum seluruhnya terungkap.

Ketiga yang paling fenomenal adalah kasus pengoplosan pertalite menjadi pertamax yang terjadi di Kementerian BUMN dengan kerugian Negara mencapai 193,7 triliun rupiah.

Pengungkapan tiga kasus mega korupsi ini, memang sepintas terlihat sebagai gebrakan awal pemerintahan Prabowo. Sebab Presiden RI yang menang Pilpres 2024 atas bantuan Presiden sebelumnya Joko Widodo ini meraih 58 persen pemilih.

Sebelum dilantik menjadi Presiden RI kedelapan, dalam sebuah pidatonya, Prabowo berjanji akan mengejar para koruptor hingga ke antartika dan ke padang pasir paling jauh di jagat semesta ini.

Tiga kasus mega korupsi yang terungkap diawal pemerintahan Prabowo, mampukah menghantar pikiran dan analisa tentang pemberantasan korupsi di negeri ke gerbang pemahaman pemberantasan korupsi dari hulu hingga hilir ?

Atau dengan kata lain, bisakah rakyat negeri ini menghela nafas lega, karena Presiden Prabowo telah menghidangkan hadiah hati gembira kepada rakyat Indonesia atas keberhasilan telah memenuhi janji berantas korupsi sampai ke Antartika? Wallahualam…!

Baca Juga :   Dari Bali Mencuat Usulan Agar Setiap Mahasiswa Pertanian Unika St. Paulus Miliki Petani Binaan

Guru besar Ilmu Hukum, almarhum Prof. Jacob Elfinus Sahetapy pernah menganalogikan anatomi perbuatan korupsi dimanapun, seperti ikan busuk. Dia mengandaikan, korupsi itu seperti fenomena ikan busuk, yang selalu dimulai dari kepala dan membusuk hingga ekor.

Jika analogi ikan busuk ini disepadankan dengan kasus Judi Online, kasus pagar laut dan korupsi Pertamina, masih siapkah bangsa ini mengangkat jempol, membanggakan pembongkaran kasus korupsi di negeri ini?

Kasus Judi Online, yang jadi tersangka adalah ahli IT Kementerian Komdigi, Adhi Kismato beserta 23 orang rekannya. Dari struktur tugas kedinasan di Kementerian Komdigi, mereka adalah tenaga ahli IT biasa yang bekerja dibawah komando.

Tetapi siapa kepala mereka? Sampai kini tidak jelas. Masyarakat hanya tau bahwa mereka adalah pemain dalam arena judi online. Ketika mereka diproses hukum, maka bisa saja statusnya menjadi ‘pemain lama.’ Tinggal menunggu saja, siapa yang akan jadi ‘pemain baru atau pemain pengganti.’

Sebab seperti ikan busuk, 24 tersangka judi online di Kementerian Komdigi ini hanyalah bagian perut dan mungkin juga ekor saja. Kepala ikan busuk belum ketahuan.

Meski sempat santer kabar bahwa Menteri Komdigi saat itu, Budi Arie juga terlibat atau setidaknya bertanggungjawab atas kasus judi online. Namun wallahualam, Budi Arie kini nyaman sebagai Menteri Koperasi Kabinet Merah Putih pimpinan Presiden Prabowo.

Dalam kasus pagar laut, sampai penerbitan puluhan Sertifikat HGB dan SHM atas lahan laut di Tangerang, hanya Kades Kohod yang ditimpa tuduhan bersalah tanpa proses hukum. Ia didenda saja 48 mililar rupiah.

Padahal kasus pagar laut, jika ditilik dari perspektif penegakan hukum, sangat pantas disebut sebagai skandal penguasaan wilayah laut tanpa hak, sekaligus merupakan perbuatan pidana.

Baca Juga :   Gubernur Tinjau Perkembangan Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali

Kades Kohod, mungkin hanya eksekutor lapangan, sementara otak kasus pagar laut bersembunyi entah di mana. Kasus ini bakal raib dengan sendirinya ditelan waktu. Lagi-lagi, kepala ikan yang busuk tidak kelihatan.

Paling fenomenal adalah korupsi di Pertamina, yang jelas terang benderang berada di bawah Kementerian BUMN.

Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan bersama 6 rekannya dijadikan tersangka. Nilai korupsi mereka lumayan gegap gempita, hingga mendekati 200 triliun rupiah.

Masyarakat negeri ini dipaksa untuk percaya bahwa hanya mereka sajalah yang terlibat dalam kasus korupsi Pertamina. Siapa kepala ikan yang busuk, masih tersembunyi dan mungkin disembunyikan.

Kembali pada analogi korupsi dan ikan busuk, sampai saat ini orang-orang yang dijadikan tersangka hanyalah pejabat-pejabat pada posisi struktur menengah. Mereka semua punya ‘komandan’ yang secara logika seharusnya turut terlibat atau setidaknya turut bertanggungjawab.

Akhir kata, selama kepala ikan yang sudah busuk masih bersembunyi, sulit berharap bahwa korupsi di negeri ini akan punah.

Sepatutnya rakyat negeri ini berterimakasih kepada para tersangka pelaku untuk semua kasus pengungkapan korupsi di awal pemerintahan Prabowo, karena mereka sudah ‘beristirahat dalam damai.’

Tunggu saja, akan ada ‘pemain pengganti’ karena kepala ikan busuk masih bersembunyi.    ***

Penulis

Emanuel Dewata Oja – Ketua SMSI Bali

Rekomendasi Anda

banner-single-post2
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Terkini Lainnya