BADUNG Jurnalbali.com
Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali (APPMB) mengirim surat terbuka kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S. Uno, dan ditembuskan kepada Gubernur Bali I Wayan Koster, Kepala Dinas Pariwisata Bali, Satgas Covid19 Provinsi Bali. Surat terbuka itu ditandatangi oleh Ketua APPMB I Wayan Puspanegara dan Sekretaris APPMB Wayan Dekron Mardika.
————————–
Menurut Ketua APPMB Wayan Puspanegara, surat terbuka tersebut dikirim untuk meminta dengan hormat agar pemerintah segera secara resmi destinasi pariwisata Bali yang ada di alam terreakingbuka seperti pantai, tracking, hi-king atau agrowisata atau ekowisata.
“Kami minta agar ini segera dibuka. Pariwisata alam, yang ada di ruang terbuka, dengan Prokes yang ketat, agar kami bisa bernafas lega. Pikirkanlah ketergantungan ekonomi Bali di sektor pariwisata. Biar kami bisa bernafas lega,” ujarnya saat dikonfirmasi Minggu (5/9/2021).
Menurut Puspanegara, pariwisata alam harus dibuka. Pemerintah harus membedakan perlakuan atau treatment PPKM level 4 di Bali di kawasan destinasi wisata alam dengan non destinasi. Pariwisata alam berada di ruang terbuka.
Terutama jam buka dilonggarkan sampai pukul 23.00 WITA. Toleransinya adalah kapasitas hanya dibatasi 50%. Protokol kesehatan harus inovatif sesuai kondisi lapangan.
“Garansinya, para pelaku pariwisata perlu dibuatkan Pakta Integritas. Yang melanggar ditindak. Kami jamin anggota APPMB konsisten, komitmen dan taat,” ujarnya.
Permohonan lain dari APPMB juga adalah agar Bandara Ngurah Rai dijadikan pintu gerbang kedatangan para pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang selama ini hanya ada di empat bandara di Indonesia.
Bali itu menyiapkan segalanya bagi PPLN. Selain itu, selama ini zona hijau hanya ada di tiga kawasan yakni Ubud, Sanur dan Nusa Dua.
Di bawah tagline one island one manajemen, sesungguhnya seluruh Bali harus diperlakukan sama. Jangan hanya di Sanur, Ubud, Nusa Dua. Sebab ketiga lokasi ini hanya domain akomodasi.
Pariwisata Bali itu bukan hanya domain akomodasi tetapi pariwisata dengan banyak derivatifnya mulai dari destinasi, kuliner, transportasi komunikasi (PR) atraksi, exsibisi, konvensi, distribusi, hingga petani /balinese rural live yg berproduksi, mempertahankan budaya dan merawat alam. Itulah pariwisata Bali.
Stimulus untuk industri pariwisata menyeluruh pada pengelola berbagai destinasi (banyak destinasi dikelola oleh desa adat) hingga kaum marginal pariwisata.
“Persoalan Covid yang fluktuatif memang membutuhkan kewaspadaan tinggi, akan tetapi bukan berarti kita diajak wait & see. Justru dalam persoalan ini kita harus terobos dlm miniatur (pilot projec ) percontohan destinasi yang dibuka, seperti Phuket, juga seperti Piala eropa, olympiade Tokyo & Para olympic Tokyo. Kita harus berani (mencoba) dari pada menunggu ketidak pastian,’ ujar nya.
Dikatakan pula, buat langkah-langkah pembukaan destinasi berbasis payung hukum atau legal standing yang terencana dan bertahap. Bukanya harapan seperti yg lalu lalu. ‘Hal ini untuk memudahkan industri merencanakan persiapan, maintenance, hingga advance booking,” ujarnya.
Ia mengatakan, pengumuman perpanjangan PPKM selalu lastminute sepertinya hal ini membuat industri pariwisata sulit untuk kepastian berencana. Padahal secara normatif kawasan destinasi premium di Bali sudah Vaccine di atas 95%, sertificasi CHSE, verifikasi PROKES oleh team Disparda. PROKES inovatif telah disiapkan oleh masing-masing pelaku usaha.
“Intinya pelaku usaha pariwisata Bali sudah sangat siap untuk dibuka. Tinggal menunggu keberanian pemerintah (Kemenparekraf), minimal melonggarkan jam buka hingga pukul 23.00 (khusus di destinasi wisata) bukanya closed jam 20.00 dimana seperti rutinya justru jam 20.00 aktifitas destinasi kerakyatan baru start. Juga kelonggaran maksimal 50%. bahwa jika destinasi dilongggarkan buka hingga pukul 23.00 disitulah ekonomi mulai bergerak,” ujarnya.(*/Bil)