DENPASAR Jurnalbali.com
Kebijakan Gubernur Bali, Wayan Koster yang dipublikasi lewat Surat Edaran tertanggal 7 Juli 2021 tentang pemadaman Lampu penerangan Jalan (LPJ) di sejumlah tempat umum di Denpasar mendapat kritikan dari dua Poltisi Bali, I Gede Pasek Suardika dan I Gusti Putu Arta. Namun pendapat berbeda diungkap mantan Wakil Gubrnur Bali, I.G.N Kesuma Kelakan alias Alit Kelakan dalam rilis yang diterima media ini Senin 12 Juli 2021.
————————-
Menurut Alit Kelakan, sikap kritis terhadap pemerintah Provinsi Bali dalam mengatasi Covid-19, sama sekali tidak dilarang terlebih dalam iklim demokrasi. Namun jangan lupa upaya kerja keras pemerintah dalam mengatasi Covid yang tidak menentu ini membutuhkan dukungan masyarakat secara penuh.
Terkait kebijakan pemadaman Lampu Penerangan Jalan (LPJ), pernyataan politisi PDIP Bali ini mengesankan ia ‘pasang badan’ terhadap kebijakan pemadaman LPJ yang ditmpuh Gubernur Bali Wayan Koster.
“Khusus terkait kebijakan pemerintah Bali dalam pemadaman lampu agar dilihat dibaca dan dipahami secara utuh terkait dengan tujuan, manfaat dan batasan-batasannya” ujar
Alit Kelakan mengingatkan bahwa sikap kritis tanpa memahami persolan,tanpa data dan fakta akan menjadi subjektif, dan cendrung anarkhi. Apalagi saat ini sudah banyak tenaga kesehatan menjadi korban dan meninggal, banyak masyarakat yang kehilangan sanak saudaranya akibat Covid, angka Covid semakin meningkat dan rumah sakit sudah mulai membludak.
Sebelumnya media ini memberitakan, Sekretaris Jendral Partai Hanura Pusat, Gede Pasek Suardika menyebut program tersebut sesungguhnya adalah program Nyaplir (Bahasa Bali yang berarti tidak tepat sasaran.red).
‘Ya yang penting sebenarnya substansi dan urgensi serta hubungan mati lampu dengan penuntasan penanganan Covid 19 tersebut. Kita seperti menjadi orang yang unik saja, menghubungkan mati lampu dengan matinya virus Covid 19. Program nyaplir sebenarnya itu dan sulit dipertanggungjawabkan secara sosial maupun akal sehat. Mungkin ingin meniru pola Nyepi yang dulu mau ditambah 3 hari tapi diprotes tersebut,’ ujar mantan wartawan ini.
Meski disebut program nyaplir, Pasek tetap berharap semoga virus corona takut dengan kegelapan sehingga cepat pergi dari Bali. Sebab dengan lampu penerangan jalan dipadamkan, menurut dia akan makin gelap di malam hari. ‘Semoga cara ini efektif hilangkan Covid 19. Walau saya juga tidak tahu korelasinya apa antara gelap dan Virus Covid 19,’ tukasnya.
Senada dengan Pasek Suardika, mantan aktifis GMNI Bali yang juga mantan komisioner KPU Pusat, Gusti Putu Arta malah mempertanyakan relevansi antara kebijakan padamkan LPJ dengan menyetop pergerakan orang? Politisi, I Gusti Putu Arta menegaskan, kedua hal itu tidak relevan.
‘Relevansi kebijakan mematikan lampu penerangan jalan dengan menyetop pergerakan orang tidak berkait secara signifikan. Karena sudah direspons dengan menyetop kegiatan ekonomi hingga pukul 20.00 wita. Tinggal memastikam semua elemen masyarakat dan Satpol PP melakukan razia setelah pukul 20.00 wita. Tak perlu mati lampu,’ ujar mantan kosioner KPU RI ini saat diminta tanggapannya Sabtu 10 Juli 2021.
Menurut dia, hingga sejauh ini PPKM darurat di Bali sudah berjalan sangat baik, tegas, terkontrol dan terpimpin dalam satu koordinasi Forkompimda di Provinsi dan Kabupaten Kota. Sepekan terakhir kata dia, pergerakan orang antar kabupaten/kota yang sifatnya pribadi menurun tajam.
Demikian juga dengan elemen-elemen masyarakat non pemerintah seperti desa adat turut mengawal wilayah masing-masing. ‘SE Gubernur Bali terbaru yang membatasi kegiatan ekonomi sampai pukul 20.00 sangat baik dalam rangka membatasi pergerakan orang. Kita mohon pengorbanan masyarakat yang mencari nafkah setelah pukul 20.00 utk maklum. Pada posisi ini pemerintah harus mensubsidi kelompok masyarakat yang dirugikan krn nafkahnya tergerus pasca 20.00. Kades dan Lurah bisa mendrops sembako ke mereka,’ kata Arta.
Itu sebabnya ia meyakini, pemadaman lampu penerangan jalan seperti tertuang dalam SE terbaru Gubernur Bali, tidak perlu karena lebih banyak dampak negatifnya terutama potensi kriminalitas meningkat.
‘Jika pegerakan orang sudah distop dengan kegiatan ekonomi distop pukul 20.00 wita, maka tak perlu dibarengi dengan mematikan lampu penerangan jalan. Ini potensi kriminal dan membahayakan pengguna jalan,’ pungkasnya. (*/Bil)