LABUAN BAJO, Jurnalbali.com – Warga Transmigrasi Lokal (Translok) UPT. Nggorang, Desa Persiapan Golo Tanggar, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Flores – NTT siap kerahkan ribuan masa menggelar aksi unjuk rasa secara maraton di Kantor Bupati Manggarai Barat pada Minggu depan. Hal itu disampaikan Saverinus Suryanto saat menggelar rapat koordinasi di Translok pada Sabtu, 07 Januari 2023.
—-
Ia menjelaskan bahwa aksi unjuk rasa ini buntut dari sikap Pemerintah Manggarai Barat yang tak kunjung membagi 200 sertifikat milik 200 kepala keluarga warga Translok yang sudah 23 tahun disembunyikan oleh pemerintah Mabar.
“Begini ya ada 200 sertifikat lahan usaha II atau LU-II milik kami warga Translok yang sudah kurang lebih 23 tahun disembunyikan oleh pemerintah. Kami menuntut supaya sertifikat itu segera dibagikan atau diserahkan kepada kami sebagai pemilik lahan. Kenapa pemerintah sembunyikan itu. Selain itu ada 65 sertifikat lahan usaha satu atau LU-I juga. Ada pula 10 sertifikat lahan pekarangan. Apa maksud pemerintah sembunyikan sertifikat itu. Kami takut ada kaitan dengan mafia tanah yang bergentayangan di Mabar,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Rio ini menjelaskan bahwa demo maraton ini rencananya akan digelar selama 3 hari dengan melibatkan ribuan masa. “Kita turun semua. Bila perlu kita tidur di kantor Bupati hingga sertifikat itu dibagikan. Kami akan bawa tikar. Para ibu ibu juga siap turun,” ujarnya.
Menurutnya, Demo ini digelar karena sudah muak dengan retorika pemerintah yang selalu memberikan jawaban PHP kepada warga Transmigrasi.
“Kami sudah muak dengan sikap Pemda Mabar yang tidak pernah merealisasikan tuntutan kami. Katanya siap bentuk tim untuk mengurai masalah yang ada, katanya mau ketemu Menteri tapi mana hasilnya. Ini sudah 2023. Kami diberi jawaban yang tidak pasti hanya untuk menekan biar tidak ada demo. Sikap baik kami selama ini justeru disalah artikam oleh pemerintah. Tapi kali ini kami tidak percaya lagi retorika dan narasi basi dari pemerintah. 23 tahun sertifikat kami disembunyikan. Jangan jangan sudah dijual oleh para mafia. Siapa yang bermain dalam konspirasi di ruang gelap,” tegas Rio.
Menurutnya, sejak awal mula sudah ada upaya dari pemerintah Manggarai Barat untuk menghilangkan 200 sertifikat milik warga Transmigrasi.
Hal itu dibuktikan dengan adanya surat dari mantan Bupati Mabar, Agustinus Ch Dula yang menyebut bahwa tidak ada lahan usaha dua atau LU -II dan tidak ada sertifikatnya. Faktanya sertifikat itu ternyata masih mengendap di brangkas milik Pemda Mabar bagian Tapem saat itu.
“Saya pernah ketemu dengan mantan Plt Kabag Tapem Mabar, Bapak Hilarius Madin sekitar tahun 2021. Saya menanyakan soal kepastian sertifikat lahan usaha dua atau LU-II milik kami. Dan waktu itu saya diperlihatkan salah satu sertifikat milik warga Translok. Luas lahannya 10. 000m² atau 1 hektar. Ini tidak main main. Artinya kebohongan Gusti Dula dibantahkan dengan data dan fakta yang ada. Artinya ada 200 Ha lahan milik warga Translok yang mau disembunyikan oleh Pemerintah Mabar. Kami menuntut supaya itu segera dibagikan kepada kami.
Ia menjelaskan bahwa ada kekhawatiran bahwa fisik tanah dari 200 sertifikat ini sudah terjadi transaksi jual beli. Faktanya bisa dibuktikan dengan membuka data di BPN Mabar dan membuka data di Nakertrans Mabar. Pasalnya, Nakertrans sudah berkali kali mengeluarkan surat rekomendasi mengijinkan penerbitan sertifikat diatas HPL Transmigrasi.
“Kami punya datanya siapa siapa saja yang miliki sertifikat di atas kawasan tersebut,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Bupati Edi Endi juga sudah berkali kali menyampaikan informasi bahwa pihaknya siap menyelesaikan masalah 65 sertifikat untuk lahan usaha satu atau LU -I namun justeru hanya pepesan kosong. Demikianpun soal masalah HPL, juga tidak ada realisasi sama sekali.
Perlu dijelaskan bahwa Transmigrasi merupakan program Pemerintah Pusat melalui provinsi pada tahun 1996/1997. Warga yang pindah ke Macang Tanggar dijanjikan 3 jenis lahan yakni, lahan pekarangan seluas 5.000m², lahan usaha satu atau LU-I seluas 5.000 m², dan lahan usaha dua atau LU- II seluas 10. 000 m². Artinya total lahan yang diterima oleh masin masing 200 KK Transmigran yakni 20.000m² atau 2 Ha.
Namun, fakta yang ada warga hanya menerima 10.000m² atau 1 ha. Selain itu masih warga yang belum menerima sertifikat atas lahan yang dibagi. Untuk lahan usaha dua atau LU- II, baik lahan dan sertidikat sama sekali belum diterima oleh warga. Sertifikatnya mengendap di Pemda Mabar selama kurang lebih 23 tahun. (*/Rio)