Dari Berkah Jadi Petaka: Warga dan Biarawan Bangkit Melawan Proyek Geothermal Mataloko

13/03/2025 05:12
Array
Pater Felix Baghi, SVD, koordinator Alliansi Terlibat Bersama Korban Geothermal Flores saat berorasi di Kota Bajawa, Ngada, Nusa Tenggara Timur, Rabu 12 Maret 2025. (Foto/dok).
banner-single

DENPASAR-Jurnalbali.com

Sejumlah biarawan dan biarawati Katolik bersama ratusan warga menggelar demonstrasi di kantor DPRD dan Kantor Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (12/3/2025). Mereka menuntut penghentian proyek geothermal di Mataloko yang dinilai merusak lingkungan dan mengancam kehidupan warga.

Massa yang tergabung dalam Aliansi Terlibat Bersama Korban Geothermal Flores (ALTER KGF) mengawali aksi dengan konvoi dari Mataloko menuju pusat pemerintahan, dikawal aparat Polres Ngada. Setibanya di Kantor DPRD, mereka menggelar orasi sambil membentangkan spanduk dan baliho. Sebagian perwakilan warga korban geothermal juga beraudiensi dengan anggota dewan.

Setelahnya, massa melanjutkan aksi ke Kantor Bupati Ngada untuk menyampaikan tuntutan secara langsung kepada Bupati dan Wakil Bupati. Mereka menyerahkan surat tuntutan dari masing-masing elemen kepada pimpinan DPRD dan pemerintah daerah.

Warga menilai proyek geothermal di Mataloko telah gagal dan justru membawa dampak buruk bagi lingkungan serta kehidupan mereka.

“Wilayah Mataloko sekarang ada enam wellpad yang tidak difungsikan. Pemboran pertama tahun 2003 gagal total. Untuk menutup bekas lubang bor, hanya dicor dengan 500 sak semen. Ada kebocoran dalam pemboran 2003, bahkan konflik horizontal hingga pembunuhan,” ujar Romo Reginald Piperno, Ketua JPIC Keuskupan Agung Ende.

Dampak proyek ini semakin parah dengan tercemarnya sumber air bersih. Siska, salah satu umat katolik Paroki St. Yoseph Laja mengungkapkan air sungai yang selama ini menjadi sumber kehidupan warga kini tak lagi layak untuk dikonsumsi.

“Air yang dulu bisa digunakan untuk mandi, mencuci, dan ternak sekarang tidak bisa lagi. Pipa penyedot air di wilayah Paroki Laja sudah tercemar. Selain itu, pipa pembuangan limbah mengalir ke sungai sehingga kami menolak menggunakannya karena merusak ekosistem,” katanya.

Baca Juga :   Tuding Orang NTT Tidak Jujur, Sekelompok Pemuda NTT Protes TikToker Richard Theodere

Pater Antonius Bastian, imam Katolik yang mendampingi warga, menegaskan bahwa proyek geothermal di Flores lebih banyak membawa petaka dibanding manfaat.

“Geothermal bukan hadiah, tapi malah membawa bencana bagi warga,” ujarnya.

Sementara itu, Antonius Anu, pemuda setempat, menilai proyek geothermal Mataloko tidak lebih dari eksperimen tanpa arah yang hanya menyengsarakan rakyat.

“Sudah ada enam sumur bor yang gagal, tetapi tetap dilanjutkan pengeboran kedua. Banyak lubang mengeluarkan bau belerang. Kami meminta izin lokasi proyek ini dicabut karena sudah merambah sekitar 1.000 hektare,” tegasnya.

Pater Dr. Felix Baghi, SVD, yang juga Koordinator ALTER KGF, menyebut proyek ini sebagai upaya yang dipaksakan meski sudah terbukti gagal. Ia menyoroti bagaimana proyek ini tidak hanya merusak ekonomi warga, tetapi juga mengancam kehidupan masyarakat secara langsung.

“Laja yang merupakan lumbung pangan Ngada kini terancam kekeringan karena geothermal menyedot air dari wilayah ini. Kami menolak proyek ini karena semakin meresahkan masyarakat,” ungkapnya.

Lebih jauh Ia mengungkapkan bahwa permasalahan ini telah sampai ke badan hak asasi manusia (HRC) di Jenewa, Swis, melalui laporan dari LSM internasional vivat internasional, sebuah LSM yang memiliki status ECOSOC di PBB.

“Kami mendesak Menteri ESDM Bapak Bahlil Lahadalia mencabut SK Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi. Proyek ini telah merampas ruang hidup masyarakat, khususnya perempuan di Flores,” tegas Pater Felix.

Menanggapi tuntutan warga, Bupati Ngada Raymundus Bena berjanji akan meninjau langsung kondisi di lapangan dan membentuk tim investigasi yang melibatkan pemerintah serta perwakilan aliansi.

“Saya tidak bisa mengambil keputusan sepihak. Ini proyek strategis nasional, tetapi di sisi lain, ada aspirasi masyarakat yang harus kami dengar. Kami sudah sepakat membentuk tim, dan mungkin besok kami lakukan rapat internal,” katanya.

Baca Juga :   Diduga Kerja Asal-asalan, Plafon Gedung Bandara Komodo Roboh, Ini Kata KADIN Mabar

Penulis||Orin||Editor||Edo.

Rekomendasi Anda

banner-single-post2
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Terkini Lainnya