Fenomena Geledah Lenyap, Jurus Tipu-Tipu Berantas Korupsi

14/03/2025 03:43
Array
Emanuel Dewata Oja (FOTO/Dokumen jurnalbali)
banner-single

Opini Politik oleh : Emanuel Dewata Oja

Masih segar dalam ingatan kita, beberapa bulan silam, tepatnya sepanjang Februari 2025, muncul tagar di dunia maya yang menggetarkan separoh helai negeri ini. Tagar itu adalah #kaburajadulu#

Tak lama membahana di dunia maya, tagar #kaburajadulu# dengan cepat berganti tagar lain yakni #indonesiagelap.

Publik lantas berspekulasi sendiri-sendiri untuk mencoba memahami apa pesan yang teselip dibalik publikasi tagar tersebut. Jika dianalisa secara gamblang, tagar-tagar tersebut tak lain merupakan suara kritik sosial berjamaah dari sekelompok kecil rakyat negeri pertiwi ini merespon suasana penyelenggaraan Negara, teristimewa pasca Pilpres 2024.

Salah satu suasana yang dibidik lewat tagar-tagar tersebut adalah seputar geliat pemberantasan korupsi yang sepertinya menyala-nyala sejak awal pemerintahan Prabowo.

Mayoritas orang-orang yang menyuarakan kedua tagar ini adalah para netizen yang berselancar bebas di dunia maya. Namun mereka hanyalah seperti sekelompok paduan suara yang melantunkan lagu-lagu sinis berdurasi pendek, yang riuh bernyanyi, lalu berakhir dengan suara tenor melengking atau dengan suara sopran yang sopan.  

Tagar #kaburajadulu# dan #indonesigelap# memang sangat soft alias selembut salju. Tidak punya karakter yang panas membara seperti api yang bisa mebakar apa saja.

Dengan analogi lain, tagar #kaburajadulu# dan #indonesigelap# seperti semburan asap pekat yang dalam waktu singkat hanya bisa membuat mata memerah seperti iritasi.

Atau yang dalam jangka waktu tertentu hanya memperpendek jarak pandang, tetapi tidak pernah bisa membahayakan nyawa manusia, karena apinya sebagai sumber asap bersembunyi entah di mana.

Dengan cara pandang kritis, sesungguhnya tagar #kaburajadulu# dan #indonesigelap# adalah penjelmaan guratan rasa kecewa, rasa tidak percaya serta rasa skeptis yang menggumpal dari kesadaran dan akal sehat, lalu terbentuk menjadi potongan-potongan naluri, untuk berontak terhadap keadaan bangsa hari-hari ini, terlebih dalam konteks upaya pemerintah Prabowo memberantas korupsi, walaupun hanya sebatas narasi.   

Baca Juga :   Arya Wedakarna Berharap Putu Parwata Jadi Alternatif Gantikan Giri Prasta

Belakangan, beberapa institusi pemberantas korupsi seperti KPK dan Kejaksaan Agung menggeliat bergerak memberi kesan beringas memberantas korupsi. Geledah di sana, geledah di sini.

Publik mencatat dalam hati, bagaimana KPK beberapa waktu lalu menggeledah Kantor Gubernur Jawa Timur lantaran ada dugaan korupsi dana hibah. Konon Gubernur Jawa Timur, Kofifah Indar Parawangsa diduga terlibat.

Menyusul kemudian penggeledahan dilakukan di Kantor Kementerian ESDM, dimama juga sempat beredar isu bahwa Menteri ESDM Bahlil Lahadalia diduga terlibat. Penggeledahan paling baru adalah rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

Geledah terus. Tetapi sampai hari ini dari tiga penggeledahan di atas, tidak ada yang berujung kesimpulan, alias lenyap begitu saja. Masyarakat seperti diberikan angin surga saja alias harapan palsu.

Padahal semua orang tau, jika institusi resmi seperti KPK atau Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan, pasti sudah mengantongi bukti-bukti, minimal bukti petunjuk atau informasi-informasi hukum yang valid dan memadai.

Tetapi jika terus terjadi geledah menggelegar bak petir tanpa hasil akhir, jangan sesekali salahkan rakyat, bila membangun opini sendiri-sendiri. Bisa saja sangat menyakitkan, penuh sinis dan satire.

Lantas sebahagian berpendapat bahwa penggeledahan yang dilakukan KPK ataupun Kejaksaan Agung tidaklah lebih dari sekedar upaya pencitraan Pemerintahan Prabowo. Hanya sekedar wacana tanpa makna yang bikin hati gundah gulana.  

Penggeledahan – penggeledahan dugaan korupsi hanya untuk mendekorasi demokrasi dan keterbukaan sebagaimana yang diteriakkan Presiden Prabowo dari mimbar-mimbar pidato.

Jika gertak-gertak geledah tempat korupsi ini terus berlangsung lantas lenyap tanpa hasil, maka jangan salahkan rakyat membangun pikiran sendiri bahwa saat ini pemerintah tengah mengorkestrasi upaya pemberantasan korupsi walau terkesan hanya sebuah ‘Fenomena Geledah Lenyap, Jurus Tipu-Tipu Berantas Korupsi’.

Baca Juga :   Ketua SMSI Bali Minta Polisi Hormati Hak Tolak Wartawan

Rakyatpun bernyanyi, “Rasa sesal di dasar hati, diam tak mau pergi. Haruskah aku lari dari kenyataan ini.” (kutipan syair lagu “Yang Terlupakan” karya Iwan Fals)

 

Penulis adalah Jurnalis dan Pemerhati Masalah Sosial

Rekomendasi Anda

banner-single-post2
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Terkini Lainnya