DENPASAR,Jurnalbali.com –
Sehubungan dengan terbitnya Surat Menteri PANRB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tanggal 31 Mei 2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali telah mencermati dan melakukan kajian untuk menyikapi serta mengambil langkah-langkah strategis terhadap keberadaan tenaga Non ASN (kontrak) untuk menunjang program/kegiatan yang sedang dijalankan oleh Pemprov Bali.
——————
Pemprov Bali pun mengambil sikap tetap mempertahankan keberadaan tenaga Non ASN tersebut dengan berbagai pertimbangan.
Dalam keterangan tertulis Gubernur Bali Wayan Koster yang diterima NusaBali, Jumat (12/8) sampai dengan bulan Juli 2022 jumlah ASN di lingkungan Pemprov Bali sebanyak 11.172 orang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 10.251 orang, PPPK sebanyak 921 orang. Jumlah PNS yang pensiun setiap tahun berkisar antara 600-700 orang.
Sedangkan formasi CPNS yang ditetapkan oleh Menteri PANRB setiap tahunnya selalu lebih kecil dibandingkan dengan jumlah PNS yang pensiun.
Ketimpangan jumlah yang pensiun dengan formasi yang ada sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan dan pencapaian 5 (lima) program prioritas Pemprov Bali yang meliputi pangan, sandang dan papan; kesehatan dan pendidikan; jaminan sosial dan ketenagakerjaan; adat, agama, tradisi dan budaya; pariwisata.
Untuk mewujudkan sistem tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien serta meningkatkan pelayanan publik yang cepat, murah dan pasti, Pemprov Bali di bawah kepemimpinan Gubernur Koster telah menerapkan sistem pemerintah berbasis elektronik dijalankan oleh tenaga-tenaga IT, tetapi belum didukung oleh tenaga-tenaga yang memiliki kompetensi di bidang IT.
“Memperhatikan kondisi tersebut di atas, maka untuk memastikan berjalannya program prioritas dan tata kelola pemerintahan yang baik serta untuk menutupi kekurangan tenaga yang memiliki kompetensi, saya mengambil kebijakan untuk mengangkat tenaga Non ASN secara selektif,” ujar Gubernur Koster.
Selama hampir 4 (empat) tahun kepemimpinan sebagai Gubernur Bali telah mengangkat sejumlah 854 orang dari total tenaga kontrak yang ada sebanyak 8.944 orang. Kebijakan untuk mengangkat tenaga kontrak secara selektif didasarkan pada kebutuhan organisasi dalam menjalankan program prioritas dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Terbitnya Surat Menteri PANRB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tanggal 31 Mei 2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, khususnya pada angka 6 kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian agar melakukan:
dan d) Bagi Pejabat Pembina Kepegawaian tidak diperkenankan mengangkat tenaga yang bekerja di pemerintahan di luar PNS dan PPPK.
“Terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian PANRB, saya telah mendengar keresahan di kalangan pegawai kontrak atas keberadaan dan keberlangsungan kerja mereka. Atas dasar itu saya telah menugaskan Sekda dan Kepala BKPSDM untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat merumuskan langkah-langkah strategis untuk mempertahankan keberadaan tenaga kontrak dalam mendukung pelaksanaan program di Provinsi Bali,” kata Gubernur.
Hasil koordinasi dengan pemerintah pusat, Kementerian PANRB telah mengeluarkan surat kedua Nomor B/1511/M.SM.01.00/2022 tanggal 22 Juli 2022 perihal Pendataan Tenaga Non ASN di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Pada angka 3 (tiga) dalam surat tersebut meminta kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk melakukan pemetaan pegawai Non-ASN di lingkungan instansi masing-masing dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan dan diberi kesempatan mengikuti seleksi
Calon PNS dan PPPK dengan ketentuan sebagai berikut: a) Berstatus tenaga honorer kategori II (THK-2) yang terdaftar dalam database BKN dan pegawai Non ASN yang bekerja pada Instansi Pemerintah;
“Kebijakan saya untuk tetap mempertahankan tenaga Non ASN guna menunjang pelaksanaan program dan kegiatan di Pemprov dengan berbagai pertimbangan,” ungkap Ketua DPD PDIP Provinsi Bali ini.
Pertimbangan tersebut, yakni a) Jumlah PNS yang pensiun tidak sesuai dengan jumlah formasi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kualitas pelayanan publik seperti tenaga kesehatan, tenaga pendidik, penyuluh pertanian, tenaga IT dan sebagainya;