DENPASAR,jurnalbali.com –
Wakil Gubernur Bali Prof Dr Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) menyampaikan jawaban Gubernur Bali Wayan Koster terhadap pandangan fraksi-fraksi DPRD Bali atas Ranperda (rancangan peraturan daerah) Provinsi Bali tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali tahun 2022-2042 dan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2021, di ruang sidang utama, DPRD Provinsi Bali.
———–
Perda RTRW Provinsi Bali nanti diharapkan memberikan benefit secara sosial, ekonomi, ekologi dan lainnya bagi Bali. Sidang paripurna DPRD Bali dipimpin Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama didampingi Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar Nyoman Sugawa Korry dan Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Gerindra Nyoman Suyasa.
Dalam pidatonya di hadapan sidang paripurna dewan, Cok Ace mengatakan terkait Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali tahun 2022-2042 merupakan pembagian zona-zona wilayah, dengan RTRW memiliki tingkat kedetailan yang berbeda-beda.
Mantan Bupati Gianyar ini menegaskan RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten, dan RTRW Kota disusun dengan muatan dalam lingkup kawasan dengan skala peta 1:250.000 sampai dengan skala 1:25.000. Pada tingkat rencana detail tata ruang, pengaturan pemanfaatan ruang disusun dengan muatan yang lebih detail, tegas, dan terperinci dalam lingkup blok dan sub blok kawasan dengan skala 1:5.000.
“Rencana tata ruang disusun sebagai perwujudan pemanfaatan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan yang berkelanjutan serta sebagai wujud sinergitas pelaksanaan kebijakan pemanfaatan ruang lintas sektoral, melalui pelaksanaan pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang terintegrasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah,” ujar Cok Ace.
Sehingga nantinya, kata Cok Ace perwujudan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang dalam suatu produk rencana tata ruang tidak hanya memberikan benefit dalam bentuk fisik. “Namun juga memberikan benefit ekonomi, sosial, budaya, ekologi,” tegas panglingsir Puri Ubud, Gianyar ini.
Sementara mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali tahun Anggaran 2021, Guru Besar Institut Seni (ISI) Denpasar ini menyampaikan, bahwa dalam proses penyusunan APBD, seluruh tahapannya telah melalui pembahasan dan persetujuan bersama eksekutif dan DPRD, mulai dari pembahasan KUA PPAS (kebijakan umum anggaran-prioritas plafon anggaran sementara), kesepakatan bersama KUA PPAS, rapat-rapat Badan Anggaran DPRD bersama TAPD (tim anggaran pemerintah daerah) Provinsi Bali, rapat gabungan Komisi-komisi DPRD dengan TAPD dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam rangka pembahasan dan persetujuan RAPBD Tahun 2021.
Dia juga menyampaikan terkait komposisi besaran SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) tahun 2021, jika dihitung secara keseluruhan menunjukkan jumlah SiLPA per 31 Desember 2021 lebih kecil dibandingkan kebutuhan untuk belanja yang sifatnya terikat.
Kondisi ini memberikan tekanan yang cukup signifikan terhadap APBD tahun 2022. “Besaran SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) terikat Tahun 2021 sebesar Rp 684,43 miliar yang tersaji dalam catatan atas laporan keuangan merupakan SILPA terikat, yang pemanfaatannya tidak dapat digunakan untuk tujuan lain, selain yang sudah ditetapkan sebelumnya sesuai petunjuk teknis yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan,” ujar Cok Ace.
Ditegaskan Cok Ace, di samping SILPA terikat tersebut di atas, terdapat hutang belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal per 31 Desember 2021 yang wajib dianggarkan tahun 2022 yang seharusnya secara keseluruhan dapat dibiayai dari SILPA tahun 2021 baik SILPA yang ada di kas daerah dan SILPA BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). (*/Bil)