LABUAN BAJO Jurnalbali.com
Praktisi Hukum masih mempersoalkan gaya kepemimpinan Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi yang selalu membawa tongkat (komando) saat menggelar sidak di beberapa OPD di Manggarai Barat. Kali ini giliran John Kadis yang menyoroti hal tersebut. John Kadis menilai bahwa gaya seorang Bupati memegang tongkat komando bisa membawa kesan militer sehingga tidak tepat bagi kalangan sipil. Hal tersebut disampaikan John Kadis, Jumat, 05 Maret 2021. Ia menilai tongkat komando itu tradisi dikalangan militer dan dan Kepolisian dan bukan tradisi dikalangan sipil. “Itukan (Membawa tongkat, red) kebiasaan dikorps militer dan kepolisian. Bukan disipil,” ujarnya.
——————
Ia menjelaskan bahwa pola kepemimpinan sipil dalam menawarkan suatu kebijakan selalu mengedepankan asas negosiebel bukan otoriter. “Jadi tidak ada lagi bahwa kalau tidak menjalankan aturan maka harus diberi sanksi karena tidak ada lagi otoriter,” ujarnya.
Namun ia menjelaskan bahwa jika pada saat memegang tongkat komando sebagai atasan Pol PP itu tepat karena ada aturan yang mengatur soal hal tersebut. Bupati membawa tongkat komando sebenarnya diatur dalam Permendagri No 17 Tahun 2019. Aturan baru yang mengatur tentang penggunaan atribut ASN dan Satpol PP. Bupati dibenarkan menggunakan tongkat Komando sebagai pimpinan Satpol pp, saat upacara, dan kegiatan yang berhubungan dengan satpol PP.
Jika sebelumnya pakar hukum tata negara, Dr. John Tuba Helan memberikan komentari miring soal gaya kepemimpinan Edi Endi yang dinilai mencoreng wajah demokrasi. Dalam komentarnya, John Tuba menjelaskan bahwa gaya Bupati Edi Endi memegang tongka sesugguhnya sudah tidak ada aturan di pemerintahan sipil mengunakan tongkat komando. Hal tersebut disampaikan Dr. John Tuba Helan saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Menurutnya, tongkat hanya digunakan dikalangan militer dan kepolisian dan bukan seorang Bupati seperti yang diatur dalam Undang Undang. “Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah tidak mengatur tentang itu, karena memang tidak cocok digunakan dikalangan sipil,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa gaya Edi Endi sangat tidak tepat diera demokrasi. Pasalnya, gaya kepemimpinan seorang Bupati membawa tongkat cendrung membawa kesan otoriter. Sementara Indonesia sudah melewati gaya otoriter dan masuk keera demokrasi. Ia menilai gaya otoriter dalam kepemimpinan sebagai suatu sistem yang sangat buruk dan menodai asas demokrasi yang sudah diperjuangkan. “Sudah tidak zamannya lagi. Kita sudah tinggalkan pemerintahan otoriter, maka jangan kembali lagi ke sistem yang buruk. Pemimpin dan yang dipimpin menjalin hubungan kekuasaan berdasarkan kesadaran, bukan komando,” ujarnya. */Rio