LABUAN BAJO Jurnalbali.com
Lembaga Dewan Manggarai Barat memberikan peringatan keras soal kiprah Badan Pelaksana Otoritas Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOPLBF) karenaa tidak memiliki kerangka kerja yang jelas. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manggarai Barat, Martinus Mitar dalam pernyataanya pada, Senin 17 Mei 2021 saat hearing dengan masyarakat Lancang menjelaskan bahwa kehadiran BPOPLBF di Labuan Bajo sangat meresahkan warga Manggarai Barat. “Sampai sejauh ini BPOPLBF tidak memiliki Kerangka Kerja yang jelas,” ujarnya.
———————-
Ia menjelaskan bahwa tanpa kehadiran BPOPLBF, pariwisata Labuan Bajo tetap maju. BPOP sampai sejauh ini belum ada prestasi yang membanggakana masyarakat Manggarai Barat dalam mendukung pengembangan pariwisata di Manggarai Barat. Ironisnya, kehadiran BPOP justru menciptakan banyak masalah karena sikap BPOP yang asal klaim lahan termasuk didalamnya adalah lahan milik warga atau ulayat setempat.
“Karena itu saya tegaskan bahwa Kehadiran BPOP sangat sungguh meresahkan warga Manggarai Barat. Ini menjadi kekuatan (hearing) bagi kami (untuk melawan BPOP).Pempusat bukanlah raja. BPOP bukan lembaga besar yang ditakut takui. Ketika UU mengenai hutan dirubah menjadi hutan produksi, hutan lindung, dan hutan produksi terbatas maka kita mempunyai hak yang sama (dalam mengolah hutan),” ujarnya.
Menurutnya, klaim BPOP untuk mengolah hutan Bowo Sie itu berpotensi menghadirkan masalah sosial bersekala besar di Manggarai Barat. Pasalnya, di dalam kawasan hutan Bowo Sie yang diklaim oleh BPOP tersebut ada tanah adat dari tiga (3) ulayat setempat yakni, Wae Kelambu, Golo Bilas, dan Nggorang. “Hutan Bowo Soe semuanya bermasalah. Ada 3 ulayat disitu yakni Nggorang, Wae Kelambu, dan Golo Bilas. Dewan janji tindak tegas BPOP,” ujarnya.
Sementara itu, anggota DPRD dari Fraksi Demokrat, Rikar Jani yang ikut hadir sedikit membela kehadiran BPOP di Labuan Bajo jika ditilik dari Peraturan Presiden. Rikar menjelaskan bahwa jika mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) tahun 2002 nomor 32 tentang hutan bahwa tujuan BPOP hadir di Labuan Bajo dan mengklaim 400 Ha lahan di Bowo Sie sesungguhnya untuk mempercepat pembangunan pariwisata di Labuan Bajo.
Karena itu ia menilai bahwa seharusnya perlu mencermati struktur yang ada terkait kehadiran BPOPLBF di Labuan Bajo. Hanya saja, kata dia, BPOP tidak pernah melibatkan masyarakat setempat dan pemerintah setempat dalam mensosialisasi soal rencana pembangunan pariwisata oleh BPOP di Labuan Bajo.
“Ini (masyarakat dan pemerintah) tidak dilibatkan. Hanya gubernur saja. Di pasal 27 diatur bahwa masyarakat diminta utk bartisipasi utk pengembangan pariwisata. Tapi faktanya BPOP tidak pernah melibatkan masyarakat. Ada yg perlu kita rumuskan bersama yakni bagaimana suara masyarakat itu sampai ketelinga (Presiden) Jokowi. Kalau tidak ya datang langsung ke Presiden karena ini keputusan Presiden bukan keputusan menteri,” ujarnya. (*/Rio)