LABUAN BAJO Jurnalbali.com
Mantan Ketua komisi A bidang pemerintah DPRD Manggarai Barat (Mabar), Saleh Muhidin memberikan pengakuan yang mengejutkan soal bagaimaa awal mulai dirinya dipanggil oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuan Bajo pada awal Tahun 2021. Hanya dirinya lupa tanggal pasti ia dipanggil pada saat itu.
————————–
Ditemui di Kantor DPRD Manggarai Barat (Mabar) pada, Selasa 17 Maret 2021 skitar pukul 13.10 Wita, anggota DPRD Mabar dua periode ini menjelaskan bahwa awalnya ia merasa beban begitu menerima surat panggilan dari Kejari Labuan Bajo untuk diperikasa lantaran dirinya tidak mengetahui persis kasus apa yang menimpanya. “Awalnya saya dipanggil Kejaksaan. Waktu itu saya beban betul kok saya dipanggil karena memang saya tidak tahu soal tandatangan (paripurna fiktif) itu,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa ketika itu, Kejari Mabar menanyakan ihwal adanya tanda tangan persetujuan dari Mantan Ketua DPRD Mabar, Blasius Jeramun hasil paripurna soal tukar guling lahan milik warga seluas 16 Ha yang berlokasi di Bandara diganti dengan lahan di Batu Cermin, Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat-NTT. Ia pun secara tegas mengatakan kepada Kejari bahwa sesungguhnya tidak pernah ada rapat pari purna di dewan soal rencana tukar guling lahan bandara. “Memang kita tidak tahu karena memang tidak pernah ada pari purna.
Saat diperiksa ia pun memberikan jawaban bahwa ada mekanismenya jika pemerintah meminta persetujuan Dewan Mabar soal tukar guling lahan bandara. “Pemerintah mengajukan surat persetujuan ke DPRD (Mabar) kemudian maka Pimpinan mengundang semua anggota DPRD untuk membahas surat tersebut dan pembahasan tersebut akan diparipurnakan,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa ihwal adanya tanda tangan oleh mantan ketua DPRD Mabar, Blasius Jeramun didalam surat persetujuan Dewan sesungguhnya itu tidak melalui rapat paripurna. Pentolan PKS ini mengaku bahwa memang pihaknya sudah mengecek surat yang masuk ke DPRD Mabar dari pemerintah dalam hal ini mantan Bupati Mabar, Agustinus Ch Dulla dan ternyata surat tersebut bukan meminta Dewan Mabar supaya gelar rapat paripurna tetapi isinya minta persetujuan.
Dikatakn, meskipun isi surat mantan Bupati Mabar, Gusti Dulla hanya sekedar minta persetujuan Dewan tetapi pimpinan dalam hal ini mantan ketua DPRD Mabar, Blasiua Jeramun harus membahas permintaan pemerintah tersebut didalam rapat paripurna. “Kita kaget kok ada persetujuan lembaga DPRD sementara 29 anggota DPRD ini tidak tahu. Yang tahu ya hanya pimpinan kami (Blasius Jeramun) pada saat itu,” ujarnya.
Ia mengaku bahwa Blasius Jramun mengambil keputusan sepihak yakni menandatangani persetujuan tersebut. “Tidak ada paripurna tapi kok ditandatangan ada paripurna,” ujarnya.
Saleh menjelaskan bahwa semua surat yang masuk ke DPRD Mabar ada prosedur penanganannya. Ia menjelaskan ada peraturan menteri yang mengatur tentang hal itu. Hanya saja dirinya lupa peraturan menteri nomor berapa. “Jadi setiap ada surat yang masuk maka itu harus dibahas. Tapi inikan tidak,” ujarnya.
Lebi jauh politisi PKS ini menegaskan bahwa ada keanehan dalam penandatanganan surat tersebut oleh Blasius Jeramun. Karena menyetujui secara sepihak permintaan Bupati Dula pada saat itu. Lebi parahnya lagi, bahwa mantan Bupati Mabar, Agustinus Ch Dulla mengirim surat tersebut ke DPRD Mabar pada Tahun 2016 dan justeru pada hari yang sama mantan Ketua DPRD Mabar, Blasius Jeramun langsung menandatangani dan menyetujui rencana tukar guling lahan. Yang sebenarnya menurut Sale, harus dibahas dulu di rapat paripurna minta persetujuan Dewan. “Waktu itu saya lupa tanggal dan hari masuknya surat Bupati Mabar. Tetapi justru pada hari yang sama mantan pimpinan (Blasius Jeramun) langsung menandatangan persetujuan. Dan itu tanpa sepengetahuan kami di Komisi A yang membidangi pemerintahan,” ujarnya.
Menariknya, Saleh Muhidin menjelaskan bahwa mantan Bupati Mabar, Gusti Dula jauh sebelumnya yakni sekitar Tahun 2102 pernah menerbitkan SK soal tukar guling lahan yang dipersoalkan. Tapi pada saat itu luasnya hanya 12 Ha. Tapi pada Tahun 2016 itu ada SK perubahan dan luas lahannya 16 Ha. “Selisihnya 4 Ha. Berarti ada penambahan 4 Ha dari 12 menjadi 16 Ha,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa baik SK pertama yang keluar pada tahun 2012 maupun SK perubahan 2016 kedua duanya tidak melalui rapat paripurna dewan. “Semestinya paripurna dulu baru SK kleuar tapi inikan tidak,” ujarnya. */Rio